Archive for the ‘Uncategorized’ Category

Sekilas tentang Tari Lenso

29 April 2015

TARI LENSO – Indonesia memang merupakan negara yang memiliki banyak kebudayaan. Karena banyaknya kebudayaan itulah sehingga banyak anak muda yang kurang paham tentang budaya Indonesia. Salah satu kebudayaan yang jarang terjamah oleh kita adalah kebudayaan yang berasal dari bagian timur Indonesia. Seperti Maluku, Sulawesi dan Irian.
Jika kita ditanya tentang Maluku dan sekitarnya, mungkin pikiran kita langsung menunukan memori tentang kerusuhan Ambon. Padahal daerah Maluku juga memiliki kebudayan yang unik. Salah satu kebudayaan Maluku yang patut kita ketahui adalah seni tarinya. Maluku memang memiliki banyak seni tari yang masing – masing memiliki kekhasan dan cerita sendiri.
Seperti tari cakalele, tari orlapei, loliyana, katreji, kabaresi dan tari lenso. Dari semua tarian tersebut, tari lenso merupakan salah satu jenis tarian adat yang unik. Tari Lenso yang juga terkenal di daerah Minahasa adalah jenis tarian pergaulan yang biasa dibawakan oleh para muda – mudi di daerah tersebut. Tari Lenso biasanya dibawakan secara beramai – ramai ketika mereka sedang mengadakan pesta seperti pesta pernikahan, pesta tahun baru dan pesta panen cengkeh. Sesuai dengan namanya, tari lenso merupakan tarian yang mengunakan lenso atau saputangan sebagai perlengkapannya.
Lenso atau saputangan dalam tari lenso nantinya akan digunakan untuk menyatakan perasaan cinta atau dalam bahasa gaulnya nembak orang yang disukai. Jika pernyataan cintanya diterima maka lenso yang diserahkan kepada orang tersebut akan diterima.Oleh karena itulah selain sebagai tarian adat, tari lenso juga merupakan tarian untuk mendapatkan jodoh. Jadi untuk sahabat Indobeta yang sedang bingun bagaimana menyatakn cinta ke si dia, mungkin tari lenso bisa dijadikan sebagai laternatifnya.

http://indobeta.com/tari-lenso/3905/

SEKILAS tentang KAPITAN JONKER

22 April 2015

Kapitan Jonker adalah nama seorang pemimpin kelompok pasukan Maluku yang mengabdi kepada VOC. Ia terlibat dalam banyak pertempuran untuk membantu menegakkan kekuasaan VOC di Indonesia. Di akhir hayatnya, ia dikenai tuduhan berbuat makar dan tewas ketika kediamannya diserbu pada tahun 1689.
Jonker berasal dari keluarga bangsawan Muslim di Maluku. Nama Jonker sendiri diperkirakan bukan nama asli, melainkan padanan gelar tamaela yang biasa digunakan di Ambon pada zaman itu. Namanya tertulis dalam sebuah akte tahun 1664 sebagai JonckerJouwa de Manipa, menunjukkan kemungkinan bahwa ia berasal dari Pulau Manipa, Seram Barat. Awalnya ia berjuang keras melawan kekuasaan VOC. Perlawanan tersebut diperkirakan terjadi antara tahun 1634 – 1643, yaitu pada Perang Hitu II atau disebut juga Perang Wawane. Akan tetapi ia kalah, dan pasukan perlawanannya serta pasukan Raja Tahalele dari Pulau Boano menjadi tawanan VOC.

Kapten Yonker dan Aru Palaka

Kapten Yonker dan Aru Palaka adalah orang-orang yang turut memperkuat pasukan Belanda. Pasukan yang mereka pimpin sewaktu di Minangkabau cukup membuat repot karena keberanian dan keahlian berperangnya. Meskipun Kapten Yonker dan Aru Palaka ini berperang untuk pasukan Belanda namun kehebatan mereka dalam berperang patut mendapat catatan tersendiri. Akhir hidup dari Kapten Yonker ini sebagai pendukung Belanda yang setia dan banyak jasanya cukup mengenaskan, dikhianati oleh bangsa Belanda yang dibela dengan nyawa. Sentot Alibasya masih lebih beruntung yang hanya di istirahatkan dengan mewah di Bengkulu.

Sekitar tahun 1654, ia berada dalam pengawasan Arnold de Vlamingh van Oudtshoorn, dan termasuk dalam bagian dari pasukan pimpinan Kapitan Raja Tahalele yang ditempatkan di Batavia. Saat itu ia menjadi wakil Raja Tahalele, dan kemungkinan mulai menggunakan gelar raja muda, yang dipadankan menjadi jonker dalam bahasa Belanda. Saat memimpin pasukan Maluku dalam pertempuran VOC di Srilangka, Raja Tahalele mengalami luka parah. Jonker diangkat menjadi pemimpin penggantinya, dan sejak saat itulah gelar kapitan mulai disandangnya. Setelah pertempuran tersebut, ia memimpin pasukan Maluku yang bermarkas di Batavia.

Kapitan Jonker terlibat di berbagai medan perang lainnya dalam membantu VOC, antara lain di Timor, pantai barat Sumatera, Sulawesi, pantai timur Jawa, Palembang dan Banten. Dalam salah satu pertempuran terakhirnya yang berlangsung selama tujuh tahun (1675 – 1682) melawan Trunojoyo, ia bahkan memimpin pasukan besar yang tidak saja terdiri dari orang-orang Maluku, melainkan juga orang-orang Makassar, Bugis, dan Mardijkers. Atas jasa-jasanya, ia mendapatkan suatu wilayah di daerah Cilincing, Jakarta Utara. Sampai akhir tahun 1960-an, wilayah tersebut masih dikenal masyarakat dengan sebutan Pejongkoran.

Perang di Minangkabau
Jacob Gruys pada bulan April 1666 dengan 200 pasukan Belanda dan pasukan-pasukan pembantunya menyerang kota Pauh untuk memadamkan pemberontakan rakyat. Serangan itu berakhir tragis bagi Belanda, hanya 70 serdadu yang kembali hidup-hidup, Jacob Gruys sendiri juga tewas, begitu pula 2 kapten dan 5 letnan.
Kekalahan tragis Jacob Gruys ini membuat Belanda kehilangan muka dan orang-orang Minang mulai memandang rendah Belanda serta melanggar kesepakatan dagang yang telah dibuat. Keadaan ini harus segera diatasi, maka pada bulan Agustus 1666 diberangkatkan dari Batavia 300 serdadu Belanda, 130 serdadu Bugis dibawah Aru Palaka dan 100 serdadu Ambon dibawah Kapten Yonker dibawah pimpinan Abraham Verspreet dengan gelar Komandan dan Komisaris.
Kepada Verspreet ditegaskan bahwa dalam setiap formasi tempur, pasukan Bugis pimpinan Aru Palaka dan pasukan Ambon pimpinan Kapten Yonker harus selalu berada didepan pasukan Belanda supaya korban dari pihak Belanda bisa dikurangi.
Setelah konsilidasi di Padang, pasukan Belanda mendapat tambahan sekitar 500 orang dari kota Padang yang ternyata dalam peperangan nanti tidak banyak membantu tetapi cukup gesit dalam melakukan penjarahan setelah peperangan selesai.
Dalam peperangan pertama, korban dipihak Belanda adalah 10 orang tewas dan 20 luka-luka termasuk Aru Palaka dan Kapten Yonker yang terkena 3 buah tusukan tombak. Pasukan Aru Palaka dan Kapten Yonker ini sering kali terpisah dengan pasukan induk disetiap peperangan karena begitu sibuk membantai (biasanya dengan memenggal kepala) dan sulit diperintah untuk tetap dalam barisan.
Kota Ulakan dapat diduduki pada tanggal 28 September dan Aru Palaka mendapat gelar Raja Ulakan. Pada tanggal 30 September, pasukan Belanda sampai di Pariaman, disini Kapten Yonker diangkat sebagai Panglima (rakyat setempat menamakannya Raja Ambon) dan harus diberikan upeti. Tanggal 3 November, ekspedisi itu kembali ke Batavia dengan kemenangan. Aru Palaka dan Kapten Yonker mendapat banyak hadiah dalam bentuk pakaian dan emas serta masing-masing mendapat 20 ringgit untuk setiap tawanan yang dibawa dari Minangkabau.

Kapten Yonker dan Pasukan Ambon
Kapten Yonker dengan pasukan Ambonnya adalah kesatuan yang terdiri dari orang-orang Ambon, tetapi jangan membayangkan sebuah pasukan yang berseragam dan berbaris menyandang senapan. Mereka adalah sebuah kelompok yang tanpa seragam dan tanpa kemampuan baris-berbaris ataupun disiplin seperti pasukan profesional modern. Bersenjata senapan saja mereka tidak, satu-satunya senjata yang mereka pakai adalah kelewang dan beberapa memakai perisai. Pasukan ini hanya tunduk kepada perintah satu orang saja yaitu Kapten Yonker atau dikenal juga sebagai Kapten Ambon.
Dalam keadaan normal, pasukan ini adalah orang-orang yang baik hati dan menaruh hormat pada orang lain, tetapi bila saat gelap mata lebih baik segera menjauh dari mereka. Saat bertempur mereka laksana harimau kelaparan, tidak takut mati, mata merah, berteriak-teriak dan tidak pandang bulu, siapapun pasti dipenggal.
Di Batavia, pasukan ini ditempatkan di Kampung Ambon, daerah Jatinegara sedangkan Kapten Yonker sebagai pemimpin pasukan Ambon ini memiliki rumah yang cukup bagus dan tanah yang luas di Marunda dekat Cilincing, didaerah Penjonkeran.
Entah darimana ia mendapatkan julukan Kapten Yonker, tidak pernah tercatat dalam sejarah. Kapten lahir dipulau Manipa, Seram Bagian Barat dan meninggal di Batavia tahun 1689 saat Kapten Yonker berusia 50 tahun.
Kapten Yonker adalah anak emas Jenderal Speelman dan karirnya mulai mudar sesudah meninggalnya Speelman. Berkat jasanya yang besar pada Belanda, Kapten Yonker menerima rantai kalung emas sebagai medali seharga 300 ringgit. Gajinya pun cukup besar pada pada tanggal 1 Januari 1665 diangkat sebagai kepala orang-orang Ambon di Batavia.
Pengalaman perang Kapten Yonker cukup banyak, ia pernah dikirim oleh Belanda ke India dan Sailan, dimana tangan kirinya lumpuh karena tertembak. Kapten Yonker juga dikirim ke Sumatera Barat tahun 1666 dibawah pimpinan Verspreet dan Poolman. Kemudian dikirim lagi ke Makasar, Ternate, Banda dan Ambon serta Jawa Timur. Pasukan Ambonnya juga pernah menjadi pengawal pribadi Susuhunan Mataram. Kapten Yonker berserta pasukan Ambonnya lah yang berjasa menangkap Trunojoyo. Pada tahun 1681, Kapten Yonker dikirim ke Palembang dan Jambi segera disusul untuk melawan Sultan Abdul Fatah dari Banten tahun 1682 – 1683.

Akhir Tragis Kapten Yonker
Menjelang tahun 1689, Kapten Yonker dituduh ingin menggulingkan kekuasaan Belanda di Batavia dan terbunuh saat hendak ditangkap untuk diadili.
Menurut pengarang Belanda, Van der Chijs yang menulis sebuah buku khusus yang didedikasikannya pada Kapten Yonker, banyak perwira Belanda tidak menyukai tentara pribumi yang mendapat tempat istimewa dan penghargaan tinggi karena keberaniannya dimedan tempur. Isaac de Saint Martin adalah seorang perwira Belanda yang sangat dengki dan iri hati akan kehebatan Kapten Yonker ini, setelah Speelman meninggal maka tidak ada lagi orang Belanda yang membela Kapten Yonker.
Kapten Yonker beserta pasukannya mengamuk di Batavia pada bulan Agustus 1689 karena merasa dikhianati, dihina dan bercampur aduk perasaan kecewa terhadap perlakuan orang-orang Belanda. Kapten Yonker dituduh ingin membunuh semua orang-orang Belanda di Batavia. Ini adalah tuduhan yang paling berat di Batavia kala itu yang sekaligus berarti hukuman mati. Sebuah tuduhan yang tidak masuk akal karena kedudukan Belanda di Batavia saat itu telah cukup kokoh namun apapun dilakukan untuk sekedar legitimasi dalam menyingkirkan Kapten Yonker ini.
Kapten Yonker dan pasukannya bukan pertama kali mengamuk di Batavia, demikian seringnya ia mengamuk sehingga ketika melihat pasukan Belanda datang, Kapten Yonker mengira pasukan itu datang untuk menenangkan pasukan Ambonnya seperti biasa sebelumnya. Hanya kali ini, Kapten Yonker tidak tahu bahwa Penjongeran telah dikepung dari tiga jurusan oleh pasukan-pasukan Belanda termasuk kesatuan yang mendarat dari laut. Malah Kapten Yonker ini sempat bersendau gurau dengan pasukan Belanda yang datang itu sebelum tiba-tiba ditembak.
Setelah Kapten Yonker tewas, Pasukan Ambonnya yang berjumlah 130 orang, dibantai Belanda dan mayatnya dicincang. Mereka yang melarikan diri, terus dikejar oleh pasukan Belanda untuk dimusnahkan karena hadiah yang besar yang ditawarkan pemerintah Belanda bagi siapa saja yang dapat membunuh bekas pengikut Kapten Yonker.
Kepala Kapten Yonker ini kemudian dipamerkan dipinggir jalan didaerah kota (Nieupoort). Semua keluarga terdekatnya dan anak-anak Kapten Yonker (kecuali anaknya yang terkecil dibuang ke Sailan dan Afrika. Juru tulis dan pembantu Kapten Yonkerpun termasuk orang-orang yang ikut dibuang oleh Belanda. Semua harta benda, tanah dan rumahnya disita dan dibagikan pada pasukan Belanda yang berjasa membunuhnya.

http://thewildeasthindia.blogspot.com/2012/03/kapten-jonker-kapitan-jonker.html

SEKILAS TENTANG TARIAN CAKALELE

22 April 2015

CAKALELE adalah tarian perang tradisional Maluku yang digunakan untuk menyambut tamu ataupun dalam perayaan adat Biasanya, tarian ini dibawakan oleh 30 pria dan wanita. Tarian ini dilakukan secara berpasangan dengan iringan musik drum, flute, bia (sejenis musik tiup).
Para penari pria biasanya mengenakan parang dan salawaku (perisai) sedangkan penari wanita menggunakan lenso (sapu tangan). Penari pria mengenakan kostum yang didominasi warna merah dan kuning, serta memakai penutup kepala aluminum yang disisipi dengan bulu putih. Kostum celana merah pada penari pria melambangkan kepahlawanan, keberanian, dan patriotisme rakyat Maluku. Pedang atau parang pada tangan kanan penari melambangkan martabat penduduk Maluku yang harus dijaga sampai mati, sedangkan perisai dan teriakan keras para penari melambangkan gerakan protes melawan sistem pemerintahan yang dianggap tidak memihak pada rakyat. Sumber lain menyatakan bahwa tarian ini merupakan penghormatan atas nenek moyang bangsa Maluku yang merupakan pelaut. Sebelum mengarungi lautan untuk membajak pesawat, nenek moyang mereka mengadakan pesta dengan makan, minum, dan berdansa. Saat tari Cakalele ditampilkan, terkadang arwah nenek moyang dapat memasuki penari dan kehadiran arwah tersebut dapat dirasakan oleh penduduk asli.

https://id.wikipedia.org/wiki/Cakalele

SEKILAS TENTANG ADAT UPU LATU

22 April 2015

TRADISI UPU LATU ATAU ADAT UPU LATU ini dibuat oleh salah satu keluarga Pical di Ullath. Keluarga ini membayar hutang adat kepada masyarakat negeri Ullath dengan cara memberi makan secara massal kepada seluruh anggota masyarakat negeri Ullath selama 4 hari. Tradisi adat Upu Latu di Ullath adalah salah satu bentuk pembayaran hutang adat yang dibayarkan oleh salah satu keluarga/marga di desa/negeri Ullath kepada seluruh masyarakat di desa/negeri Ullath.

Turun Temurun
Adat Upu Latu ini sudah berlangsung turun temurun di desa/negeri Ullath, dan telah terbukti jika saja keluarga tertentu yang tidak melaksanakan tradisi adat Upu Latu ini sesuai dengan ketentuannya, maka keluarga tersebut akan mendapatkan ganjarannya. Seperti sakit parah, dan banyak yang meninggal dunia dari anggota keluarganya. Sehingga adat Upu Latu di desa/negeri Ullath menjadi suatu keharusan bagi setiap keluarga yang memiliki salah satu garis keturunannya dan pernah menjabat sebagai kepala Soa maupun menjabat sebagai Raja, harus membayar hutang adat tersebut bagi masyarakat desa/negeri Ullath.
Di desa/negeri Ullath para Kewang masih diakui statusnya dalam sebagai kaum yang mengurusi adat istiadat setempat termasuk dalam tradisi Upu Latu ini

Susunan Acara
Yang teramati pada saat itu, dimulai dari suatu persiapan yang dilakukan oleh sekumpulan kewang (adalah salah satu lembaga adat di setiap negeri di pulau Ambon, pulau Lease, Maluku Tengah, dan di pulau Seram yang memiliki tugas sebagai polisi hutan dan polisi pantai. Dan di negeri Ullath kewang masih diakui statusnya dalam setting adat istiadat setempat) mulai berkumpul di rumah kepala kewang (bpk. Martinus Patty) dengan memakai baju cele (baju adat orang Maluku Tengah) berwarna merah dan celana 3/4 berwarna merah; juga mengenakan ikat berang merah di leher. Dalam persiapan tersebut mereka melatih beberapa nyanyian kapata (syair yang dinyanyikan degan bahasa tanah/daerah Ullath, yang lirik-liriknya mengandung banyak arti filosofis tentang kebudayaan masyarakat di Ullath dalam hubungannya dengan sesama manusia, alam sekitar, dan juga hubungan mereka dengan sang Khalik) untuk mengiring prosesi adat upu selanjutnya.
Setelah bunyi tifa berbunyi dari Baileo (rumah adat di Maluku) sebagai tanda prosesi adat upu segera dimulai, maka kewang-kewang mulai bersiap dan berbaris di halaman rumah kepala kewang sambil menyanyikan kapata. Setelah itu spontan terdengar bunyi tahuri (salah satu alat musik etik Maluku yang terbuat dari Kulit Keong Laut yang berukuran besar) dan tifa dan para kewang-kewang mulai mempertunjukan tarian cakalele (tarian perang) lengakap dengan parang (pedang) dan salawaku (tameng), sambil menuju ke rumah Kapitang Basar (panglima perang besar/kepala) untuk menjemputnya, beserta Malessi-nya (pengawal pribadi Kapitang Besar).
Nama kapitang besar dalam adat Ullath adalah Kapitang Italili dan Malessi-nya Supusepa. Setelah dari rumah Kapitang Besar, iring-iringan tersebut menuju ke tempat/rumah salah satu kapitang penting lainnya yaitu kapitang Lusikooy (malessi-nya Litamaputty menurut orang Ullath Litamaputty tinggal di negeri Ihamahu), setelah itu iring-iringan tersebut mulai mengambil kapitang-kapitang lainnya seperti kapitang Hasina (malessi-nya adalah sepasang anjing), kapitang Puri-puri (malessi-nya adalah seekor burung Kasturi) kapitang Hiul, dan kapitang Sulassa. Setelah kapitang-kapitang telah lengkap dalam barisan cakalele itu, iring-iringan kemudian menuju ke rumah keluarga Pical, yaitu keluarga yang membayar hutang adat upu tersebut, untuk mengambil secara simbolik harta keluarga yang disediakan diatas sebuah meja. Yang mana nantinya meja tersebut akan dibawakan ke Baileo, sebagai bentuk acara puncak dari akta pembayaran hutang adat Upu (meskipun di lain sisi mereka telah memberikan jamuan-jamuan khusus dan jamuan makan selama 4 hari kepada seluruh masyarakat Ullath) tersebut.
Diatas meja tersebut tersedia 9 (sembilan) botol yang berisikan minuman Sopi (minuman keras orang Maluku), dan Sembilan (9) botol lainnya yang berisikan Sageru (salah satu jenis tuak orang Maluku); dan disamping meja tersebut terdapat 2 buah buyung/tempayang lainnya yang berisikan masing-masing Sopi dan Sageru. Sebelum iring-iringan kapitang, malessi, dan para kewang memasuki rumah keluarga Pical, mereka disambut oleh salah satu tokoh adat yang mengatas-namakan keluarga Pical untuk mempersilahkan masuk ke tempat harta keluarga itu ditempatkan. Kapata demi kapata selalu diperdengarkan oleh iring-iringan rombongan itu, sampai mereka diperkenankan masuk ke tempat/rumah keluarga Pical, kapata masih terus diperdengarkan.
Ada suatu kekhususan waktu itu, seorang pendeta jemaat Gereja Protestan Maluku (GPM Ullath) dipersilahkan oleh tokoh-tokoh adat untuk membawakan doa dan meminta permohonan kepada Tuhan Pencipta Alam Semesta untuk berkuasa di atas adat istiadat itu, agar beban-beban yang dahulu telah menimpah keluarga Pical semoga diangkat, dan malapetaka tidak lagi menghampiri keluarga tersebut. Setelah itu, keluarga Pical dipersilahkan mengitari meja (yang berisikan harta keluarga tersebut) yang telah mereka persiapkan itu untuk terakhir kalinya; sambil masyarakat negeri Ullath dan juga tokoh-tokoh adat menyanyikan kapata berisikan doa khusus bagi keluarga dan saniri negeri.
Beranjak dari prosesi tersebut, maka meja yang berisikan harta itu dibawa menuju ke Baileo dengan cara dijinjing oleh empat (4) orang yang telah ditentukan, sambil diiringi dengan kapata-kapata oleh para tokoh adat dan semula iring-iringan yang terdiri hanya tokoh-tokoh adat, kini sudah bertambah dengan seluruh keluarga Pical dan rumpun keluarganya menuju ke Baileo. Sesampainya di Baileo, rombongan iring-iringan meja yang berisikan harta dari keluarga Pical itu di terima oleh tuang adat (kepala adat di negeri Ullath) dari negeri Ullath dan sebelum akhirnya dipersilahkan masuk untuk melakukan proses pembayaran hutang adat dari keluarga Pical kepada negeri Ullath; dan diterima secara simbolik oleh tuang-tuang adat di negeri Ullath yang saat itu sudah berada dan menanti di Baileo. Semua prosesi adat di Baileo berjalan dengan cara berkomunikasi dengan memakai bahasa tanah setempat. Dan setelah tanda terima dengan resmi diterima oleh tuang-tuang adat di Ullath, maka sorak-sorai masyarakat negeri Ullath mulai terdengar dengan serempak, dan kapata-kapata dengan ramai diperdengarkan sambil membiaskan sukacita bersama dengan keluarga Pical pada saat itu yang telah dinyatakan lunas membayar hutang adat upu bagi seluruh masyarakat negeri Ullath.
Sebagai prosesi terakhir dari runtunan acara adat tersebut, saya juga merasakan sukacita bersama kala itu, ketika sopi dan sageru (biasanya dalam setting adat orang Maluku Tengah dan juga Maluku pada umumnya, acara minum sopi atau sageru adalah hal yang substansi dari hampir sebagian besar adat di Maluku) itu dibagi-bagikan untuk diminum secara bersama-sama. Tetapi ada hal yang membuat saya sendiri kaget waktu itu, dan benar-benar tidak masuk akal; namun hal ini benar-benar terjadi, bahwa ada keajaiban yang terjadi pada dua (2) buah buyung/ tempayang yang berisikan sopi dan khusus ditempatkan di dalam baileo negeri Ullath, tepatnya bagian depan pintu masuk dan bagian belakang di pintu keluar Baileo, bahwa isi sopi dari kedua buyung tersebut tidak habis isinya, meskipun yang meminum dari isi buyung itu sekitar 2000 orang saat itu.

https://id.wikipedia.org/wiki/Tradisi_Upu_Latu

Sekilas tentang Pahlawan Nasional Martha Christina Tiahahu

22 April 2015

Martha Christina Tiahahu (lahir di Nusa Laut, Maluku, 4 Januari 1800 – meninggal di Laut Banda, Maluku, 2 Januari 1818 pada umur 17 tahun) adalah seorang gadis dari Desa Abubu di Pulau Nusalaut. Lahir sekitar tahun 1800 dan pada waktu mengangkat senjata melawan penjajah Belanda berumur 17 tahun. Ayahnya adalah Kapitan Paulus Tiahahu, seorang kapitan dari negeri Abubu yang juga pembantu Thomas Matulessy dalam perang Pattimura tahun 1817 melawan Belanda.
Martha Christina tercatat sebagai seorang pejuang kemerdekaan yang unik yaitu seorang puteri remaja yang langsung terjun dalam medan pertempuran melawan tentara kolonial Belanda dalam perang Pattimura tahun 1817. Di kalangan para pejuang dan masyarakat sampai di kalangan musuh, ia dikenal sebagai gadis pemberani dan konsekwen terhadap cita-cita perjuangannya.
Sejak awal perjuangan, ia selalu ikut mengambil bagian dan pantang mundur. Dengan rambutnya yang panjang terurai ke belakang serta berikat kepala sehelai kain berang (merah) ia tetap mendampingi ayahnya dalam setiap pertempuran baik di Pulau Nusalaut maupun di Pulau Saparua. Siang dan malam ia selalu hadir dan ikut dalam pembuatan kubu-kubu pertahanan. Ia bukan saja mengangkat senjata, tetapi juga memberi semangat kepada kaum wanita di negeri-negeri agar ikut membantu kaum pria di setiap medan pertempuran sehingga Belanda kewalahan menghadapi kaum wanita yang ikut berjuang.
Di dalam pertempuran yang sengit di Desa Ouw – Ullath jasirah Tenggara Pulau Saparua yang nampak betapa hebat srikandi ini menggempur musuh bersama para pejuang rakyat. Namun akhirnya karena tidak seimbang dalam persenjataan, tipu daya musuh dan pengkhianatan, para tokoh pejuang dapat ditangkap dan menjalani hukuman. Ada yang harus mati digantung dan ada yang dibuang ke Pulau Jawa. Kapitan Paulus Tiahahu divonis hukum mati tembak. Martha Christina berjuang untuk melepaskan ayahnya dari hukuman mati, namun ia tidak berdaya dan meneruskan bergerilyanya di hutan, tetapi akhirnya tertangkap dan diasingkan ke Pulau Jawa.
Di Kapal Perang Eversten, Martha Christina Tiahahu menemui ajalnya dan dengan penghormatan militer jasadnya diluncurkan di Laut Banda menjelang tanggal 2 Januari 1818. Menghargai jasa dan pengorbanan, Martha Christina dikukuhkan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional oleh Pemerintah Republik Indonesia.

PERJUANGAN
Martha Christina Tiahahu dilahirkan di Abubu Nusalaut pada tanggal 4 Januari 1800 merupakan anak sulung dari Kapitan Paulus Tiahahu dan masih berusia 17 tahun ketika mengikuti jejak ayahnya memimpin perlawanan di Pulau Nusalaut. Pada waktu yang sama Kapitan Pattimura sedang mengangkat senjata melawan kekuasaan Belanda di Saparua. Perlawanan di Saparua menjalar ke Nusalaut dan daerah sekitarnya.
Pada waktu itu sebagian pasukan rakyat bersama para Raja dan Patih bergerak ke Saparua untuk membantu perjuangan Kapitan Pattimura sehingga tindakan Belanda yang akan mengambil alih Benteng Beverwijk luput dari perhatian.
Guru Soselissa yang memihak Belanda melakukan kontak dengan musuh mengatas-namakan rakyat menyatakan menyerah kepada Belanda. Tanggal 10 Oktober 1817 Benteng Beverwijk jatuh ke tangan Belanda tanpa perlawanan.
Sementara di Saparua pertempuran demi pertempuran terus berkobar. Karena semakin berkurangnya persediaan peluru dan mesiu pasukan rakyat mundur ke pegunungan Ulath-Ouw. Diantara pasukan itu terdapat pula Martha Christina Tiahahu beserta para Raja dan Patih dari Nusalaut.
Tanggal 11 Oktober 1817 pasukan Belanda dibawah pimpinan Richemont bergerak ke Ulath, namun berhasil dipukul mundur oleh pasukan rakyat. Dengan kekuatan 100 orang prajurit, Meyer beserta Richemont kembali ke Ulath. Pertempuran berkobar kembali, korban berjatuhan di kedua belah pihak.
Dalam pertempuran ini Richemont tertembak mati. Meyer dan pasukannya bertahan di tanjakan Negeri Ouw. Dari segala penjuru pasukan rakyat mengepung, sorak sorai pasukan bercakalele, teriakan yang menggigilkan memecah udara dan membuat bulu roma berdiri.
Di tengah keganasan pertempuran itu muncul seorang gadis remaja bercakalele menantang peluru musuh. Dia adalah putri Nusahalawano, Martha Christina Tiahahu, srikandi berambut panjang terurai ke belakang dengan sehelai kain berang (kain merah) terikat di kepala.
Dengan mendampingi sang Ayah dan memberikan kobaran semangat kepada pasukan Nusalaut untuk menghancurkan musuh, jujaro itu telah memberi semangat kepada kaum perempuan dari Ulath dan Ouw untuk turut mendampingi kamu laki-laki di medan pertempuran.
Baru di medan ini Belanda berhadapan dengan kaum perempuan fanatik yang turut bertempur. Pertempuran semakin sengit katika sebuah peluru pasukan rakyat mengenai leher Meyer, Vermeulen Kringer mengambil alih komando setelah Meyer diangkat ke atas kapal Eversten.
Tanggal 12 Oktober 1817 Vermeulen Kringer memerintahkan serangan umum terhadap pasukan rakyat, ketika pasukan rakyat membalas serangan yang begitu hebat ini dengan lemparan batu, para Opsir Belanda menyadari bahwa persediaan peluru pasukan rakyat telah habis.
Vermeulen Kringer memberi komando untuk keluar dari kubu-kubu dan kembali melancarkan serangan dengan sangkur terhunus. Pasukan rakyat mundur dan bertahan di hutan, seluruh negeri Ulath dan Ouw diratakan dengan tanah, semua yang ada dibakar dan dirampok habis-habisan.
Martha Christina dan sang Ayah serta beberapa tokoh pejuang lainnya tertangkap dan dibawa ke dalam kapal Eversten. Di dalam kapal ini para tawanan dari Jasirah Tenggara bertemu dengan Kapitan Pattimura dan tawanan lainnya.
Mereka diinterogasi oleh Buyskes dan dijatuhi hukuman. Karena masih sangat muda, Buyskes membebaskan Martaha Christina Tiahahu dari hukuman, namun sang Ayah, Kapitan Paulus Tiahahu tetap dijatuhi hukuman mati.
Mendengar keputusan tersebut, Martha Christina Tiahahu memandang sekitar pasukan Belanda dengan tatapan sayu namun kuat yang menandakan keharuan mendalam terhadap sang Ayah.
Tiba-tiba Martha Christina Tiahahu merebahkan diri di depan Buyskes memohonkan ampun bagi sang ayah yang sudah tua, namun semua itu sia-sia.
Tanggal 16 Oktober 1817 Martha Christina Tiahahu beserta sang Ayah dibawa ke Nusalaut dan ditahan di benteng Beverwijk sambil menunggu pelaksanaan eksekusi mati bagi ayahnya.
Martha Christina Tiahahu mendampingi sang Ayah pada waktu memasuki tempat eksekusi, kemudian Martha Christina Tiahahu dibawa kembali ke dalam benteng Beverwijk dan tinggal bersama guru Soselissa.
Sepeninggal ayahnya Martha Christina Tiahahu masuk ke dalam hutan dan berkeliaran seperti orang kehilangan akal. Hal ini membuat kesehatannya terganggu.
Dalam suatu Operasi Pembersihan pada bulan Desember 1817 Martha Christina Tiahahu beserta 39 orang lainnya tertangkap dan dibawa dengan kapal Eversten ke Pulau Jawa untuk dipekerjakan secara paksa di perkebunan kopi.
Selama di atas kapal ini kondisi kesehatan Martha Christina Tiahahu semakin memburuk, ia menolak makan dan pengobatan.
Akhirnya pada tanggal 2 Januari 1818, selepas Tanjung Alang, Martha Christina Tiahahu menghembuskan nafas yang terakhir. Jenazah Martha Christina Tiahahu disemayamkan dengan penghormatan militer ke Laut Banda.
Berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 012/TK/Tahun 1969, tanggal 20 Mei 1969, Martha Christina Tiahahu secara resmi diakui sebagai Pahlawan Nasional.

sumber
http://id.wikipedia.org/wiki/Martha_Christina_Tiahahu

Sekilas tentang Kapitan Paulus Tiahahu

22 April 2015

Kapitan Paulus Tiahahu (wafat di Nusalaut, 17 November 1817) adalah seorang kapitan perang dari Negeri Abubu di Pulau Nusalaut yang turut dalam perang Pattimura tahun 1817. Paulus dan Anthony Reebok ditugaskan Pattimura untuk mengatur pertahanan di Nusalaut. Bersama-sama dengan pasukan rakyat ia merebut benteng Beverwijk di Negeri Sila Leinitu. Pasukan Belanda di benteng tersebut disergap dan dibunuh. Para pejuang dari Nusalaut mengambil bagian pula dalam pertempuran-pertempuran di Saparua, Haruku dan Jazirah Hatawano di Pulau Saparua. Paulus Tiahahu beserta raja-raja dan pati di Pulau Nusalaut ikut menandatangani Proklamasi Haria di Baileu Haria tanggal 28 Mei 1817.

Paulus mempunyai seorang putri yang bernama Martha Christina. Putrinya selalu mendampingi dirinya dalam medan-medan pertempuran. Semangat tempur srikandi Nusalaut yang masih remaja ini selalu mengobarkan semangat pasukan Pattimura. Selain memimpin kaum wanita ikut pertempuran, ia berada juga di tengah-tengah pasukan dengan ayahnya menghadang musuh dan menggabungkan keberaniannya dalam medan pertempuran di Negeri Ouw Ullath, yang berada di jazirah Tenggara Pulau Saparua. Pertempuran heroik di Front Ouw Ullath berakhir dengan kekalahan pejuang-pejuang rakyat. Kapitan Paulus Tiahahu, putrinya Martha Christina, Raja Hehanussa dari Negeri Titawaai, Raja Ullath dan Pati Ouw tertangkap. Mereka dibawa ke kapal perang “Everstsen”.

Di kapal ini para pejuang bertemu dengan Thomas Matulessy dan para tawanan lainnya. Sesudah diinterogasi, Buyskes menjatuhkan hukuman mati terhadap Paulus Tiahahu. Tanggal 16 Nopember 1817, Kapitan Paulus dengan putrinya Martha Christina diangkut ke Nusalaut dan ditahan di benteng Beverwijk. Pada tanggal 17 Nopember 1817, sesuai dengan vonis yang dijatuhkan Buyskes ia dihukum mati tembak oleh regu penembak Belanda di depan benteng Beverwijk. Putrinya tidak dapat membelanya. Setelah itu Martha dilepaskan dan ia bergerilya dari hutan hingga akhirnya tertangkap dan meninggal di atas kapal perang Eversten pada tanggal 2 Januari 1818.

IDUL FITRI 1431 H

12 September 2010

LAWAMENA

MENGHATURKAN  SELAMAT

HARI  RAYA  IDUL  FITRI

1  SYAWAL  1431 H

A M A T O

selamat natal 2008 & tahun baru 2009

27 Desember 2008

logo-masohi

Ketua, Pengurus & Seluruh Warga IKMMS Semarang

menghaturkan :

SELAMAT HARI NATAL 25 DES 2008
DENG
SELAMAT TAHUN BARU 01 JAN 2009
TETE MANIS SAYANG KATONG SAMUA DI TANAH ORANG.
‘A M A T O’

KEGIATAN IKMMS TAHUN 2008

11 Desember 2008

Oleh : KETUA IKMMS-MASOHI KE-III

LAWAMENA

Adapun kegiatan yang dilaksanakan pada tahun 2008 ini adalah sebagai berikut :

 

1. Kalender IKMMS-MASOHI. Membuat dan membagikan kalender 2008 kepada masyarakat Maluku di Semarang dan sekitarnya, kantor-kantor Muspida Kotamadia Semarang, Kotamadia Ambon, Gubernur Jawa Tengah dan Maluku serta organisasi kedaerahan lainnya di kota Semarang.   Pengiriman karangan bunga dari Pengurus IKMMS-MASOHI kepada warga masyarakat Maluku di Semarang yang berduka cita.

 

3. Peringatan Hari Peringatan Pahlawan Nasional PATTIMURA. Pertemuan antara Ketua IKMMS-MASOHI dengan Bpk Ir. BAMBANG NAING dan Sdr PELUPESSY yang mengatasnamakan Ketua dan Sekretaris Panitia Peringatan Hari Peringatan Pahlawan Nasional PATTIMURA yang semuanya beranggotakan anak muda Maluku di Semarang yang bebas dari profokasi oknum-oknum tertentu untuk meminta ijin dan restu melaksanakan Peringatan Hari Peringatan Pahlawan Nasional PATTIMURA serta mendapat ijin dan restu dari Ketua IKMMS-MASOHI. Pada pertemuan tersebut Ketua IKMMS-MASOHI menyampaikan keinginan untuk dapatnya digantikan karena sudah berakhirnya masa tugas selama empat tahun yang over satu tahun, hal ini mendapat respon positif dari Bpk Ir. BAMBANG NAING dan Sdr PELUPESSY untuk disampaikan didalam rapat panitia selanjutnya.

Diluar dugaan Ketua IKMMS-MASOHI setelah membaca proposal Panitia diketahui bahwa proposal dibuat sebelum Bpk Ir. BAMBANG NAING dan Sdr PELUPESSY bertemu dengan Ketua IKMMS-MASOHI dan dari keterangan Bpk Ir. BAMBANG NAING selaku ketua panitia diketahui bahwa terjadi kudeta kepengurusan yang sah dimana Panitia tersebut dibentuk oleh organisasi dengan nama KBMS, yang dibentuk dan disponsori oleh beberapa sesepuh antara lain : Bpk Drs. J. LUTURYALI, Bpk J.I. SIPASULTA, BA. , Bpk SIMON NOYA, BA., Bpk LUCHE MAILUHU dan dihadiri oleh Sekretaris IKMMS-MASOHI saat rapat pertama.

Namun dengan besar hati dilandasi jiwa sportifitas anak Ambon serta menjaga keutuhan masyarakat Maluku, Ketua IKMMS-MASOHI tetap mempersilahkan Panitia Peringatan Hari Peringatan Pahlawan Nasional PATTIMURA untuk tetap melaksanakan Hari PATTIMURA dan ikut juga menyumbang, namun secara ketentuan organisasi yang berlaku IKMMS-MASOHI tidak mengakui KBMS yang membidani lahirnya IKATAN KALUARGA MALUKU JAWA TENGAH yang dipimpin oleh Bpk J.R. LATUIHAMALO, SH.

 

Hingga sekarang IKMMS-MASOHI tetap eksis dan belum dibubarkan meskipun hanya didukung oleh sebagian warga masyarakat Maluku di Semarang dan sekitarnya, tekad pengurus IKMMS-MASOHI yang tersisa adalah tetap mempertahankan organisasi ini sampai ada keputusan dan kesepakatan dari para sesepuh dan warga masyarakat Maluku secara aklamasi setuju dibubarkannya IKMMS-MASOHI sesuai dengan peraturan organisasi yang berlaku di NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 bukan dengan cara-cara yang berada diluar ketentuan yang berlaku.

 

A M A T O

KEGIATAN IKMMS TAHUN 2007

12 Oktober 2008

Oleh : KETUA IKMMS-MASOHI KE-III

LAWAMENA

Kegiatan yang dilaksanakan selama tahun 2007 adalah sebagai berikut :

a. Kalender IKMMS-MASOHI. Membuat dan membagikan kalender 2007 kepada masyarakat Maluku di Semarang dan sekitarnya, kantor-kantor Muspida Kotamadia Semarang, Kotamadia Ambon, Gubernur Jawa Tengah dan Maluku serta organisasi kedaerahan lainnya di kota Semarang.

b. Pengiriman karangan bunga dari Pengurus IKMMS-MASOHI kepada warga masyarakat Maluku di Semarang yang berduka cita.

c. Peringatan Hari Peringatan Pahlawan Nasional PATTIMURA. Peringatan dilakukan dengan sangat sederhana bertempat dikediaman Bpk THEO TITAHENA yang dihadiri oleh Pengurus IKMMS-MASOHI, sesepuh dan warga masyarakat Maluku di Semarang yang salah satu agendanya membicarakan prosedur penggantian Ketua IKMMS-MASOHI yang akan diprakarsai oleh pemuka Agama dimasyarakat Maluku, namun tidak pernah terlaksana. Didalam pelaksanaan peringatan Hari PATTIMURA kali ini dinodai oleh adanya penelpon gelap yang dengan tidak menyebutkan nama menyampaikan hal-hal yang tidak menunjukan kedewasaan berfikir.

d. Rencana pembentukan Panitia Formatur penggantian Ketua IKMMS-MASOHI yang tidak mendapat respon yang baik dari berbagai pihak yang telah terprofokasi serta tidak ada warga masyarakat Maluku yang bersedia ditunjuk.

Berbagai nasehat dan petunjuk dari sesepuh tetap diberikan dan akan dilaksanakan, namun setiap akan dilaksanakan rapat pengurus selalu tidak didukung oleh sebagian pengurus yang beranggotakan personel Vokal Group Reformasi.

A M A T O